Laman

Kamis, 06 September 2012

Dilema Samsung, antara hardware dan ekosistem


Samsung Electronics telah membangun kepemimpinan global dalam pasar ponsel, tetapi dalam industri yang terus berubah dengan cepat ini terlihat bahwa Samsung lebih rentan ditinggalkan daripada Apple sebagai pesaing utamanya. Tanpa dukungan ekosistem sendiri yang kuat, banyak pihak menilai Samsung akan sulit untuk menjaga pengguna setianya dan terus berjaya di masa depan.

"Mereka harus keluar dari mentalitas hanya menjual perangkat kepada konsumen," kata Rachel Lashford, managing director of mobile dari Canalys yang berbasis di Singapura dalam konsultasinya. "Mereka perlu untuk mendapatkan kepemimpinan mereka di sekitar gagasan bahwa mereka tidak lagi hanya sebuah perusahaan hardware."

Ekosistem berarti gabungan dari software, layanan, konten dan dukungan untuk konsumen. Standar ekosistem ini pertama kali ditetapkan oleh Apple yang menawarkan kepada pengguna ponsel untuk mengunduh aplikasi dan konten - seperti iTunes untuk musik dan App Store untuk aplikasi - yang semuanya telah terpilih untuk yang terbaik, dan hanya bisa diakses melalui dan di perangkat Apple. Hal ini secara tidak langsung akan mengikat pengguna untuk tetap bersama Apple dan membuat mereka lebih cenderung untuk membeli perangkat Apple yang lain - pengguna iPhone membeli iPad, misalnya.

"Prestasi Apple terbesar di luar desain untuk perangkatnya adalah perkembangan ekosistemnya," kata Scott Bicheno, analis senior di Strategy Analytics yang berbasis di Inggris.

Walaupun Apple sangat lambat dalam membuat beberapa layanannya untuk tersedia di beberapa bagian dunia - hanya baru-baru ini meluncurkan iTunes Store di sebagian besar Asia, sembilan tahun setelah peluncurannya di Amerika Serikat - namun itu masih jauh di depan saingannya.

Samsung sebenarnya terus berupaya untuk mengembangkan ekosistem mereka sendiri, namun hampir semuanya menjadi tidak maksimal dikala dilain pihak mereka juga tergantung pada ekosistem milik yang lain. Samsung belum berani untuk hanya mengandalkan ekosistem mereka sendiri.

Pada tahun 2010, Samsung meluncurkan sistem operasi mobile sendiri bernama bada, dan pengembang serta pengguna dirayu dengan tool pengembangan aplikasi bada SDK dan sebuah toko aplikasi Samsung Apps. Pengguna bada secara konsisten terus bertambah walaupun secara prosentase jumlah penggunanya masih jauh lebih kecil dibanding Android, sistem operasi lainnya yang juga didukung oleh Samsung dan digunakan oleh sebagian besar smartphone buatan Samsung.

Berdasarkan data dari firma riset pasar Gartner, bada sekarang telah menjadi platform mobile terbesar kelima yang paling populer di dunia setelah tumbuh lebih cepat dari Windows Phone milik Microsoft. Smartphone seri Wave dari Samsung yang menjalankan OS bada juga berhasil menciptakan prestasi yang cukup menggembirakan di kuartal pertama tahun ini. Untuk pertama kalinya sejak diluncurkan pada pertengahan 2010, model/keluarga Samsung Wave masuk dalam 10 besar dalam hal jumlah pengiriman perangkat secara global berdasarkan riset dari Strategy Analytics.

Samsung sebenarnya sangat berkomitmen dengan perkembangan bada melalui serangkaian acara untuk pengembang yang dilakukan di berbagai negara, berbagai kontes aplikasi dan layanan lainnya untuk pengembang. Namun menurut Karthik Srinivasan, yang bekerja sebagai manajer produk di Media Solutions Samsung Center di Bangalore, upaya Samsung untuk membuat bada lebih populer ini terhambat oleh fokus mereka sendiri pada penjualan hardware. Ketika timnya mengajukan proposal untuk layanan dan aplikasi baru kemudian hanya "akan bungkam ketika pengajuan itu ditanggapi dengan pertanyaan yang diajukan kembali dari [Samsung] Korea: Berapa banyak perangkat yang dapat Anda jual tahun depan yang didasarkan pada layanan ini?" katanya kepada Reuters.

Samsung memang tidak akan meninggalkan bada, namun penekanannya pada penjualan perangkat Android membuat mereka semakin terasing dari basis penggemar setia mereka dan pengembang. "[Eksekutif] Manajemen puncak mungkin memiliki fokus [pada pengembangan bada]," kata Srinivasan, yang keluar dari Samsung tahun lalu, "tapi itu akan menjadi keputusasaan ketika melihat perusahaan terus membuat perangkat Android yang sangat baik dan mempromosikannya lebih dari bada."

Ini semakin diperparah dengan tindakan Samsung yang belum pernah mengeluarkan press release yang berhubungan dengan bada sejak November 2011 saat peluncuran global Samsung Wave 3. Ambisi besar Samsung untuk menjadi produsen ponsel terbesar di dunia melewati Nokia dan menjadi produser smartphone terbesar dunia diatas Apple membuat mereka sejenak melupakan tujuan masa depan untuk lebih fokus ke hardware dan Android yang lagi mencapai masa keemasannya. 

Kini setelah ambisi tercapai, Samsung mulai memikirkan lagi tentang fokus mereka yang sebenarnya di masa depan. Seperti yang diungkapkan oleh eksekutif mereka, Samsung sebenarnya sangat memahami bahwa mereka tidak mungkin untuk terus mengandalkan Android dan menggantungkan masa depan mereka untuk platform software milik Google ini.

William Sylvester, Direktur Konten dan Layanan dari Samsung Elektronik Perancis mengatakan: “Bada sangat strategis bagi kami. Sedangkan Android bukan tanggung jawab kami, karena pesaing kami juga bekerja pada Android. Google mungkin sangat menguntungkan buat kami untuk saat ini, namun siapa yang bisa menjamin 2 atau 3 tahun lagi?”

Managing Director Samsung Mobile Inggris dan Irlandia Simon Stanford mengatakan: "Sementara kami akan terus bekerja sama dengan mitra termasuk Google dan Microsoft, bada akan menjadi fokus terbesar bagi kita di masa depan karena kami sedang bekerja untuk membuat platform mobile terkemuka."

Samsung memang telah membangun toko aplikasi sendiri - Samsung Apps - yang selain diperuntukkan buat pengguna bada juga kini juga memiliki koleksi aplikasi Android. Samsung juga memiliki Music Hub, Video Hub, Readers Hub, Game Hub, dan lainnya. Namun masih dipertanyakan sisi komersialnya ketika pengguna Android Samsung lebih familiar dengan layanan asli Google di Android daripada milik Samsung. Jadi praktis walaupun Samsung bisa menjual smartphone yang lebih banyak dari Apple, tapi keuntungan yang bisa diraih Apple lewat iPhone jauh diatas Samsung. Bukan karena harga perangkat Apple lebih mahal, tapi lebih karena Apple bisa menjual ekosistem miliknya daripada Samsung.

Apple bisa meraih keuntungan lebih banyak hanya lewat satu model iPhone tiap tahunnya, sementara Samsung harus menjual puluhan hingga ratusan model smartphone untuk bisa meraih keuntungan. Dengan jumlah model hardware yang lebih sedikit, Apple menjadi lebih bisa berkonsentrasi memberikan dukungan dan layanan kepada konsumennya, yang salah satunya melalui upgrade software.

Kelemahan ekosistem Samsung juga sangat berpengaruh pada kesetiaan pengguna mereka. Survei pengguna di Inggris dan Amerika Serikat oleh Strategy Analytics menyimpulkan bahwa sementara 51 persen pengguna Apple akan mengganti perangkat Apple mereka dengan perangkat Apple yang lain, hanya sebagian kecil kemungkinannya untuk beralih dan membeli produk Samsung.

Dan masalah yang lebih besar untuk Samsung, kata David Mercer, salah satu penulis pada survei Strategy Analytic, adalah bahwa hanya sedikit tanda dari pengguna smartphone Samsung yang setia untuk membeli produk Samsung lainnya. Seorang pengguna smartphone Samsung bisa membeli ponsel Samsung lainnya, "tetapi mereka tidak akan secara otomatis membeli TV Samsung," katanya.

Mengingat bahwa Samsung adalah produsen TV terbesar di dunia, hal ini bisa menjadi suatu unsur kehilangan yang signifikan. "Itu menunjukkan cabang-cabang penting dari perusahaan [Samsung] terus melakukan hal mereka sendiri-sendiri," kata Mercer.

Hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang upaya Samsung untuk membangun ekosistem melampaui smartphone untuk merangkul bagian lain dari bisnis elektronik konsumen mereka, terutama yang disebut Smart TV - yang bisa tersambung ke internet dan yang dapat bekerja seperti halnya komputer, menjalankan aplikasi, menyimpan dan mengunduh konten dan, yang lebih krusial, berinteraksi dengan perangkat lainnya.

Tantangan utama Samsung saat ini agar mereka terus maju sudah jelas, yaitu membangun jaringan untuk produk hardware mereka bersama dengan konten dan layanan yang membuat sulit bagi pengguna untuk melompat di tempat lain ketika mereka bosan dengan perangkat mereka. Sementara Samsung telah lama menguasai hardware, hanya baru-baru ini saja mereka terbangun dengan fakta bahwa pengguna menginginkan sesuatu yang lebih.

"Samsung akan mulai menyadari, jika mereka belum melakukannya, bahwa mereka harus mengunci konsumen dengan suatu ekosistem [milik sendiri]," kata Napoleon Biggs, head of digital integration untuk Asia di Fleishman-Hillard. "Bagaimana lagi Anda akan menjaga kesetiaan konsumen?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar