Baru-baru ini Sony mengumumkan rencana untuk memberhentikan 10.000 karyawannya. Tahun lalu, Sony mengalami defisit sebesar 520 miliar yen (sekitar 59 trilyun rupiah) selama tahun keempat berturut-turut di zona merah. Di sisi lain, Samsung mendapat laba sekitar 5,8 triliun won (sekitar 47 trilyun rupiah) pada kuartal pertama. Jadi bisa dikatakan laba bersih dari Samsung Electronics sudah jauh lebih besar dari Sony yang terus merugi.
Jika kita kilas balik pada dua tahun lalu ketika bagaimana Korea menggunakan Jepang sebagai model untuk pembangunan ekonomi mereka, mantan kepala eksekutif dari Samsung Electronics Yun Jong-yong berkata, "Jepang terlalu jauh ke depan. Kita merasa kita tidak akan pernah mampu untuk mengejar ketinggalan dengan mereka di generasi kita." Dia merujuk pada pikirannya sendiri pada 30 tahun yang lalu, namun sekarang semuanya telah berubah seiring waktu.
Samsung Elektronics didirikan untuk memproduksi TV dan peralatan elektronik rumah tangga lainnya ketika Yun berada pada tahun keempat sejak bergabung dengan Samsung Group pada tahun 1969. Dia adalah salah satu diantara yang menerima pelatihan di Sanyo Electric dan Matsushita Electric Industries (sebelum berubah nama menjadi Panasonic) Jepang, dan saat itu langsung merasa takjub, kagum dan iri dengan rekan-rekannya yang ada di Jepang. Sejak itu, seperti kebanyakan mahasiswa dari Korea, mulai sibuk mencari cara untuk mengejar ketinggalan mereka dengan Jepang.
Pendiri Samsung Group Lee Byung-chull dan putranya sekaligus pewarisnya Lee Kun-hee menjadikan model untuk unit elektronik nya setelah melihat perusahaan yang serupa di Jepang. Untuk memberikan arah baru buat manajemen perusahaannya pada bulan Juni 1993, Lee Kun-hee secara bercanda bahkan memerintahkan karyawannya untuk mengubah segalanya kecuali istri dan anak-anak mereka. Ketika mereka terus-menerus mengacu pada cara Jepang dalam melakukan bisnis, "belajar" menjadi eufemisme untuk "menyalin". Samsung berdasarkan filosofi perusahaan yang didasarkan pada keyakinan pendirinya bahwa "Imitasi adalah awal dari penciptaan." Samsung Electronics tidak hanya mengimpor modal dan teknologi saja, tetapi juga gaya manajemen, pelatihan staf dan program lainnya dari Jepang. Mereka bergantung pada sumber Jepang untuk informasi tentang ekonomi internasional, bisnis dan urusan politik. Lee kala itu bahkan membuka pergantian tahun di Jepang dan mengumumkan rencana manajemen baru untuk tahun ini di Tokyo.
Samsung masuk ke dalam bisnis elektronik dan semikonduktor juga berutang pada Jepang. Samsung Electronics diluncurkan atas saran dari Chairman Sanyo Electric pada tahun 1969. Pengumuman monumental perusahaan pada tahun 1983 bahwa bahwa mereka memutuskan memasuki bisnis chip memori muncul setelah sebuah studi oleh kumpulan ahli dari Jepang. Samsung juga bergantung pada Jepang untuk modal dan teknologi lewat kerja sama dengan Sanyo, NEC dan Sharp untuk memproduksi semikonduktor. Matsushita dan Sony, pemimpin dunia dalam industri ini pada saat itu, menolak permohonan Samsung untuk menjadi mitra mereka.
Dan pada pertengahan 2000-an, Samsung Electronics telah berevolusi dan masuk peringkat di antara lima pembuat TV terbesar di dunia. Namun Sony kala itu tetap tak tertandingi sebagai merek konsumen rumah tangga yang paling dikenal di pasar global dan Samsung dilecehkan sebagai perusahaan elektronik kerdil yang hanya bisa berusaha untuk melempar batu kepada raksasa Goliat. Sony tidak hanya besar dalam ukuran, tetapi menjadi lambang dari inovasi dan dorongan di balik keberhasilan ekonomi dan teknologi Jepang. Sony adalah perusahaan ikonik yang pada saat itu menikmati tingkat yang sebanding dengan kekaguman banyak orang yang pada pada hari ini dinikmati oleh Apple. Walkman, pemutar kaset audio portabel dirilis pada tahun 1979, dan dengan cepat mengubah cara orang untuk mendengarkan musik di seluruh dunia.
Tapi hari ini, situasi itu telah berbalik. Produsen asal Jepang hanya bisa mendekam di kandang mereja dan mungkin merasa iri dengan kemajuan Samsung Electronics dalam meningkatkan keuntungan dan melewati mereka dengan kecepatan yang begitu pesat. Pada tahun 2006, Samsung Electronics melebihi Sony dalam penjualan TV global untuk pertama kalinya dan mereka terus mempertahankan peringkat teratas sejak saat itu. Selain itu, kesenjangan dengan rival-rivalnya dari Jepang terus melebar. Pada tahun 2009, Samsung melaporkan pendapatan sebesar 100 triliun won (sekitar 807 triliun) dan laba operasional 10 triliun won (sekitar 81 triliun) untuk menjadi produsen elektronik terbesar di dunia. Keuntungan gabungan dari sembilan perusahaan elektronik utama asal Jepang, termasuk Sony dan Toshiba, bahkan tidak bisa menyamai capaian luar biasa dari Samsung ini. Selanjutnya, mitra sekaligus guru dari Samsung elektronik, Sanyo, bangkrut, dan Sharp telah dijual ke sebuah perusahaan Taiwan. Begitu juga Sony dan Panasonic yang terus didera kesulitan besar. Mereka masing-masing melaporkan kerugian sebesar 65 triliun rupiah dan 89 triliun rupiah tahun lalu, dan mengumumkan PHK massal untuk karyawannya. Sebaliknya, Samsung Electronics meraup keuntungan operasional terbesar yang pernah mereka raih dengan 16 triliun won (sekitar 129 triliun rupiah) pada pendapatan dari 165 triliun won (sekitar 1,3 kuadriliun rupiah) tahun lalu.
Banyak studi yang kemudian mempelajari penyebab dari kesuksesan Samsung. Banyak dari mereka yang setuju bahwa unit Samsung bisa melampaui Jepang dengan meniru para pesaingnya lewat strategi “join them and beat them" (bergabung dengan mereka dan mengalahkan mereka). Ketika Sony terpaku pada sistem analog, bahkan untuk perangkat HDTV mereka, Samsung bergeser ke standar pengkodean digital dan mendorong penggunaan TV digital. Mereka juga berinovasi dalam hal dynamic random memory chips, dimana saat Jepang masih memiliki keyakinan bahwa mereka dan Sony mustahil untuk diturunkan dari tahta.
Pelajaran yang bisa dipetik di sini adalah bahwa Samsung juga bisa jatuh dari singgasananya jika kemudian menjadi terlalu memanjakan diri sendiri. Tempat pertama bukan merupakan hak tetapi prestasi. Begitu juga dalam hal software, strategi dan usaha Samsung tetap sama. Mereka kini bergabung dengan Google, Microsoft dengan merilis perangkat mobile yang menggunakan software mereka dan bekerjasama sebagai penyuplai hardware untuk Apple sejatinya adalah untuk belajar bagaimana mengalahkan mereka, seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Software buatan Samsung saat ini mungkin dipandang sebelah mata oleh yang lain, tapi itu hanya akan menambah tekad Samsung untuk semakin bekerja keras membenahinya.
Jadi kita harus menyadari bahwa dunia penuh dengan pasang surut dan keberhasilan yang dapat diukur dalam berbagai cara. Samsung Electronics yang paling berkembang hari ini, tapi tidak ada yang tahu berapa lama sukses ini akan berlangsung. Sony sekarang sedang mengalami gangguan, namun situasi bisa berubah setiap saat. Pemenang tidak akan bisa menikmati kemenangan selamanya. Pengusaha harus mematuhi aturan dan melakukan yang terbaik untuk menghasilkan keuntungan. Masalah timbul ketika mereka mengabaikan tugas mereka sendiri yang belum terselesaikan dan fokus pada hal lain. Samsung bekerja pada TIZEN dikala masih ada bada sebenarnya adalah salah satu strategi untuk mendorong bada menjadi salah satu platform software utama, bukan mengalihkan fokus pada yang lain.
3 komentar:
hah kok artikel gini gk ada yg komen
iya samsung terlalu bernafsu untuk sukses,,,sampai mengecewakan konsmen,,
laku belum tentu bagus, canggih belum tentu awet
samsung terbukti teknologinya gk awet, layar AMOLED dihantui penyakit burn in, dan bahkan samsung galaxy s2 banyak mengalami masalah
samsung kebanyakan bikin produk canggih tapi mengesampingkan keawetan dan keefisienan,, hasilnya ya konsumen yg rugi,,,
samsung please kualitas ditingkatkan,, jangan asal laku aja,,
aneh lu, kata lu samsung banyak kekurangan, tp mohon2 tingkatin kualitas, klw ngerasa rugi, pake aj merk lain.
Kekurangan yg mana ya, sejauh ini galaxy note saya baik2 saja dan tetap mumpuni...
Posting Komentar